Keluarga pasien akhirnya membawa jenazah Rohman Daulay dengan mobil ambulans milik puskesmas ke rumah duka . (Parningotan/Metro Tabagsel) |
METROSIANTAR.COM, PALAS – Harapan untuk mendapatkan pelayanan prima saat berobat di rumah sakit kadang masih belum sesuai dengan kenyataan. Sebab, keluhan demi keluhan terdengar, termasuk di rumah sakit swasta yang diharapkan pelayanannya lebih baik.
Seperti terjadi di Rumah Sakit Permata Madina Sibuhuan, kemarin. Beberapa keluarga pasien yang hadir dan mengantar sempat komplain berat ke pihak rumah sakit. Pasalnya, harapan agar pasien yang sudah sekarat dapat dilayani segera, ternyata harus mengikuti antri. Sesuai dengan daftar masuk ke rumah sakit swasta itu, pasien harus ikut aturan antrian. Sebab dokter yang memeriksa terbatas.
Informasi yang dihimpun Metro Tabagsel, Selasa (12/1) berawal dari harapan besar keluarga Rohman Daulay, selaku pasien yang sekarat berangkat dari Desa Ramba Kecamatan Huristak untuk mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit Permata Madina. Sebagai rumah sakit swasta diharapkan pelayanannya maksimal. Sesampainya di Permata Madina pasien langsung ke ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD).
Usai mendapat pertolongan pertama, pasien didiagnosa punya penyakit darah tinggi. Saat dilakukan pemeriksaan oleh perawat yang dikawal dokter umum, pasien dalam keadaan gelisah dan meronta, namun tetap sadarkan diri. “Pasien penyakit darah tinggi, gelisah dan meronta, dan sadarkan diri,” kata seorang perawat di IGD saat dimintai keterangan hasil diagnosa awal.
Selanjutnya pasien dipindah ke ruang rawat inap. Di situ, pasien semakin parah. Nafasnya pun tersedak-sedak. Keluarga meminta pihak rumah sakit untuk memanggil dokter spesialis guna memeriksa keadaan pasien itu.
Namun harapan itu tak kunjung didapat pasien. Berkali-kali pihak keluarga pasien memohon kepada perawat yang sedang berjaga, tetap saja belum bisa menghadirkan dokter. Alasannya dokter terbatas. Sedang dokter spesialis hanya satu. Itupun sedang menangani pasien lain. Sesuai dengan aturan main rumah sakit permata madina, tak membeda-bedakan pasien. Baik pasien kaya, miskin pasien BPJS atau pasien KIS tetap dilayani. Namun harus menunggu antrian.
“Tunggulah pak, jam 5 baru bisa dokternya. Karena dia masih banyak pasien, semua harus antri,” sebut salah seorang perawat menjawab permohonan keluarga meminta dokter segera dihadirkan.
Tak sampai di situ, Tongku Solah Hamonangan Daulay selaku anggota DPRD Palas Komisi A sebagai pihak keluarga lalu komplain terhadap menajemen yang ada di lantai dua. Usai dilaporkan kepada pihak manajemen rumah sakit, Tongku didatangi Humas rumah sakit tersebut. Sempat terjadi adu mulut antara Tongku Hamonangan selaku anak dari pasien dengan humas rumah sakit tersebut.
“Ini kan sedang sekarat, masa kita harus tunggu sampai jam 5 dulu. Atau kita tunggu sampai meninggal dulu. Kita juga paham akan aturan rumah sakit ini, tapi ini kan lagi kondisi sekarat, apa tidak bisa dokternya dipanggil dulu sejenak memeriksa kondisi pasien ini,” kata Tongku kepada humas.
Namun Humas rumah sakit tetap bersikeras dengan aturan yang ada di rumah sakit itu. Sebab, pasien di mata rumah sakit swasta ini semua sama. Dan, harus mengikuti antrian.“Lagian tangan dokter itu kan cuma dua, sedang pasien banyak yang harus ditangani. Bersabar lah,” sebut Humas tetap ngotot pada aturan yang ada.
Mendengar itu, Tongku Solah sempat emosi sampai-sampai bernada tinggi karena permohonan meminta pemeriksaan dokter itu tak digubris. “Begini rupanya pelayanan kalian kepada pasien yang sekarat. Tunggu mati dulu baru ditangani,” ujarnya dengan nada tinggi.
Konsentrasi warga dan pasien pun sempat terusik saat pertengkaran mulut itu. Khawatir mengganggu ketenangan pasien di rumah sakit itu, Tongku Solah pun berlalu keluar.Seketika, dokter spesialis yang ditunggu-tunggu datang memeriksa. Suasana pun berangsur kondusif setelah diperiksa dokter spesialis tersebut.
Sementara Humas rumah sakit permata Madina Armor Harahap yang didatangi mengatakan pihak keluarga tak sabaran menunggu giliran. Karena keterbatasan dokter, pasien harus antri. Sebab semua pasien tak ada dibeda-bedakan.
Terkait dengan pelayanan pasien, rumah sakit selalu mengutamakan. Karena semua pasien mempunyai hak yang sama, yakni dilayani.
“Pasien ini kan masuk tadi sekitar pukul 12. 00 WIB. Mereka tak sabaran sedang dokter masih ada pasien di ruangan. Karena kita di sini tak ada membeda-bedakan pasien, mau dia keluarga Bupati, anggota DPRD, semua punya hak. Harus antri. Sudah kami bilang tadi tunggu sampai jam lima,” beber Armor saat dimintai keterangan.
Akhirnya Pasien Meninggal
Selang beberapa menit setelah mendapat pemeriksaan dokter spesialis, tepatnya pukul 13.05 WIB pasien atas nama Rohman Daulay warga Desa Ramba Kecamatan Huristak tersebut akhirnya menghembuskan nafas terakhir.
Isak tangis keluarga pun pecah di ruang rawat inap tersebut. Meski sempat kecewa, keluarga pun selanjutnya bergegas membawa Jenazah pulang. Sanak keluarga yang berada di kampung pun langsung diberi kabar meninggal tersebut.
“Terjawab sudah, ini yang mau menunggu sampai jam lima itu,” tandas Martua Gading selaku pihak keluarga.
Gading, sapaan akrab lawyer muda ini menceritakan pihak keluarga datang jauh-jauh dari Huristak ke rumah sakit swasta ini dengan harapan mendapat pelayanan maksimal. Namun apa boleh buat, sempat dibuat kecewa. “Karena rumah sakit swasta itu kita fikir pelayanan lebih paten,” ucap Gading.
Selama perjalanan dari rumah, pasien yang dibawa mobil Ambulans Puskesmas Huristak itu diketahui punya tekanan darah 100 cc. Sesampainya di rumah sakit, tekanan darahnya meningkat hingga 220. Itupun setelah dipaksa diperiksa perawat yang sedang berjaga.
“Makanya kita minta agar ditangani dulu, karena sudah sekarat. Tapi ini tunggu sampai jam lima,” ungkapnya.
Hingga berita ini diturunkan belum diketahui hasil pemeriksaan awal oleh dokter spesialis terhadap pasien. Pihak keluarga yang sempat kecewa, selanjutnya bergegas pulang guna mengani jenazah secara adat dan agama.(tan)
Sumber : http://www.metrosiantar.com/
No comments:
Post a Comment